Thursday, October 24, 2013

Bunuh Diri (Emile Durkheim)


Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relatif merupakan fenomena konkret dan spesifik dimana tersedia data yang bagus secara komparatif. Akan tetapi alasan utama Drukheim untuk melakukan studi bunuh diri untuk menunjukan kekuatan disiplin sosiologi. Bunuh diri secara umum merupakan salah satu tindakan pribadi dan personal. Durkheim percaya bahwa jika dia bisa memperlihatkan bahwa sosiologi mampu berperan dalam menjeaskan tindakan yang kelihatannya bersifat individualistis seperti bunuh diri ini, maka dengan mudah ia akan memperluas ranah sosiologi kepada fenomena-fenomena lain yang terbuka bagi analisis sosiologis.

Sebagaimana seorang sosiolog, Durkheim tidak terlalu fokus mempelajari mengapa orang melakukan bunuh diri. Karena masalah ini adalah wilayah garapan psikologi. Durkheim Cuma tertarik untuk menjelaskan perbedaan angka bunuh diri, yaitu dia tertarik kenapa suatu kelompok memiliki angka bunuh diri lebih tinggi dibanding kelompok lain. Faktor psikologis ataupun biologis mungkin bisa menjelaskan kenapa sebagian individu dalam kelompok melakukan bunuh diri, akan tetapi Durkheim mengasumsikan bahwa hanya fakta sosial yang bisa menjelaskan kenapa suatu kelompok memiliki angka bunuh diri yang lebih tinggi dari yang lain


Durkheim menawarkan dua cara yang saling berhubungan untuk mengevaluasi angka bunuh diri. Cara pertama adalah dengan membandingkan suatu tipe masyarakat atau kelompok dengan tipe yang lain. Cara kedua yaitu melihat perubahan angka bunuh diri antara satu kelompok dengan kelompok lain, maka menurut Durkheim perbedaan tersebut adalah akibat dari perbedaan faktor-faktor sosial, ringkasnya, arus sosial. Durkheim mengakui bahwa setiap individu mungkin punya alasan sendiri-sendiri kenapa dia bunuh diri, tetapi alasan tersebut bukanlah yang sebenarnya. “alasan-alasan itu mungkin bisa dikatakan menunjukan titik kelemahan individu bersangkutan, yang menjadi tempat masuk termudah bagi arus yang ada diluar dirinya yang mengandung dorongan-dorongan untuk menghancurkan diri sendiri. Akan tetapi alasan-alsan itu bukanlah bagian dari arus ini dan konsekuensinya tidak bisa kita pakai untuk memahaminya” (1897/1951:151)

Durkheim memulai Suicide dengan menguji dan menolak serangkaian pendapat alternatif tentang penyebab bunuh diri. Di antaranya adalah psikopatologi individu, alkoholisme, ras, keturunan, dan iklim. Tidak semua argumen Durkheim meyakinkan (sebagai contoh, dapat dilihat Skog, 1991 untuk menguji sanggahan Durkheim terhadap alkoholisme). Namun yang penting adalah metode empirisnya dalam menyisihkan faktor-faktor yang berada diluar dan tidak relevan agar bisa mendapatkan sesuatu yang ia anggap sebagai penyebab utama bunuh diri.

Di samping itu, Durkheim juga menguji dan menolak teori imitasi yang dikemukakan oleh seorang teoritikus yang sezaman dengannya, psikolog sosial Perancis bernama Gabriel Tarde (1843-1904). Teori imitasi mengatakan bahwa seseorang melakukan bunuh diri (dan dalam ranah tindakan lain) karena meniru tindakan orang lain. Pendekatan psikologi sosial ini adalah saingan utama bagi fokus Durkheim mengenai fakta sosial. Hasilnya, Durkheim berusaha dengan susah payah untuk mengalahkannya. Misalnya Durkheim mengatakan bahwa jika imitasi memang penting, maka kita akan menemukan bahwa bangsa-bangsa yang hidup ber dekatan dalam sebuah negeri dengan angka bunuh diri yang tinggi juga akan mendekati angka bunuh diri yang tinggi. akan tetapi data membuktikan bahwa keduanya tidak saling berhubungann. Durkheim mengakui bahwa beberapa individu yang melakukan bunuh diri memang bisa saja karena menirut, namun ini hanya faktor kecil yang tidak punya pengaruh signifikan dalam rangka bunuh diri secara keseluruhan.

Durkheim menyimpulkan bahwa faktor terpenting dalam perbedaan angka bunuh diri akan ditemukan dalam perbedaan level fakta sosial. Kelompok yang berbeda memiliki sentimen kolektif yang berbeda sehingga menciptakan atus sosial yang berbeda pula. Arus sosial itulah yang memengaruhi keputusan seseorang untuk bunuh diri. Dengan kata lain, perubahan dalam sentimen kolektif membawa perubahan dalam arus sosial, sehingga membawa perubahan pada angka bunuh diri.

Empat jenis bunuh diri

Bunuh Diri egoistis. Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok dimana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarkat dan masyarkat bukan bagian dari individu. Durkheim percaya bagian paling baik dari manusia berasal dari masyarakat. Sebuah masyarkat yang padu akan memberi kita semua ini, dan dukungan moral umum bagi kita agar kuat melalui keterpurukan dan kekecewaan kecil sehari-hari. Tanpa ini, besar kemungkinan kita akan bunuh diri ketika mengalami frustasi yang palin gkecil sekalipun. “bagaimanapun individualistisnya seseorang, namum di dalam dirinya tetap tersisa kolektivitasisme  yang juga dimiliki oleh orang lain ini. Dia memengaruhi kelompok melalui kesedihan ketika dia tidak mempunyai apa-apa dan sarana untuk meraihnya” (Durkheim, 1897-1951:214). Kasus bunuh diri  egoistis menunjukan bahwa dalam tindakan yang paling individualistis dan pribadi sekalipun, fakta sosial tetap menjadi penentu utama

Bunuh Diri Atruisti. Tipe bunuh diri kedua yang dibahas Durkheim adalah bunuh diri altruistis. Kalau bunuh diri egoistis terjadi ketika integrasi sosial melemah, bunuh diri altruistis terjadi ketika “integrasi sosial sangat kuat” (Durkheim, 1897-1951:217). Secara harfiah, dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri. Salah satu contoh paling tepat untuk bunuh diri altruistis adalah bunuh diri massal dari pengikut Pendeta Jim Jines di Jonestown, Guyana, pada tahun 1978. Mereka memperolah racun secara sembunyi-sembunyi lalu menenggaknya kemudian diikuti oleh anak-anak mereka. Mereka dengan terang-terangna melakukan bunuh diri karena memiliki integrasi yang sangat erat dalam sebuah kelompok sebagai pengikut fanatik dari Jones. Menurut Durkheim alasan yang sama juga dapat dipakai dalam kasus seseorang yang mencari mati syahid (Durkheim, 1897-1951:225). Seperti yang dilakukan oleh teroris pada peristiwa 11 September 2001. Seara umum orang melakukan bunuh diri altruistis karena mereka merasa itu adalah tugas mereka. Durkheim berpendapat bahwa secara khusus, bunuh diri altruistis ini mungkin terjadi dalam militer yang memiliki tingkat integrasi yang begitu kuat, bahwa seorang individu akan merasa telah membawa aib bagi kesatuannya meski hanya karena kesalahan sepele. Ketika integrasi mengendur, seseorang akan melakukan bunuh diri karena tidak ad lagi kebaikan yang dapat dipakai untuk meneruskan kehidupannya. Sebaliknya, ketika integrasi menguat, mereka melakukan bunuh diri justru demi kebaikan yang lebih besar

Bunuh Diri Anomik. Bentuk bunuh diri yang ketika adalah bunuh diri anomik , terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Gangguan itu mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan. Angka bunuh diri anomik bisa meningkat terlepas dari apakah gangguan itu positif ( misal, peningkatan ekonomi) atau negatif (penurunan ekonomi). Kedua macam gangguan ini membuat kolektivitas masyarakat tidak mampu melancarkan otoritasnya terhadap individu untuk sementara waktu. Perubahan-perubahan semacam ini menempatkan orang dalam situasi dimana norma lama tidak lagi berlaku sementara norma baru belum lagi dikembangkan. Periode gangguan ini melepaskan arus anomi –rasa kecerabutan dari akar dan rasa kehilangan norma-norma mengikat- dan arus ini cenderung mempertinggi angkabunuh diri anomik. Kasus ini relatif mudah ditemui dalam suasana depresi ekonomi menyebabkan para pekerjanya kehilangan pekerjaan, sehingga mereka lepas dari pengaruh regulatif yang selama ini mereka rasakan baik dari perusahaan maupun pekerjaan. Karena terputus dari strukturini atau struktur-struktur yang lainnya (seperti, keluarga, agama, dan negara) bisa membuat seorang individu amat rentan dengan pengaruh arus anomi. Peningkatan angka bunuh diri anomik selama periode deregulasi kehidupan sosial, sesuai dengan pandangan Durkheim tentang pengaruh merusak dari nafsu individu ketika bebas dari kekangan eksternal. Seseorang yang telah bebas akan menjadi budak nafsu mereka, akibatnya, dalam pandangan Durkheim, memasuki wilayah tindakan destruktif yang tiada batas, termasuk membunuh dirinya sendiri.

Bunuh Diri Fatalistis.persoalan yang tidak terlalu banyak diahas Durkheim adalah tipe bunuh diri keempat yaitu bunuh diri fatalistis. Dia hanya membahasnya dalam salah satu catatan kaki dalam Suicide (Besnard, 1993). Kalau bunuh diri anomik teradi dalam situasi dimana regulasi melemah, maka bunuh diri fatalistis jsutru terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim (Durkheim, 1897-1951:276) menggambarkan seseorang yang melakukan diri fatalistis seperti “seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafus yang tertahan oleh disiplin yang menindas”. Contoh klasik dari bunuh diri ini adalah budak yang mengahibisi hidupnya karena putus asa karena regulasi yang menekan setiap tindakannya. Regulasi yang terlalu banyak akan melepaskan arus kesedihan, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan angka bunuh diri fatalistis.

Angka Bunuh Diri dan Reformasi Sosial

Durkheim mengakhiri studinya tentang bunuh diri dengan sebuah pembuktian apakah reformasi bisa diandalkan untuk mencegah bunuh diri. Usaha-usaha yang selama ini dilakukan untuk mencegah bunuh diri gagal karena ia dilihat sebagai problem individu. Bagi Durkheim, usaha langsung untuk meyakinkan individu agar tidak melakukan bunuh diri ternyata sia-sia, karena penyebab riilnya jusrtu berada dalam masyarakat.

Sudah tentu pertanyaan yang pertama diajukan adalah apakah bunuh diri bisa dicegah atau apakah dia dapat dianggap sebagai fenomena masyarakat yang lazim oleh Durkheim dikatakan normal karena berlaku luas. Pertanyaan ini penting diajukan kepada Durkheim karena teorinya mengatakan bahwa bunuh diri disebabkan oleh arus sosial yang didalam bentuk kecil bermanfaat bagi masyarakat. Kita tidak akan menghentikan peningkatan ekonomi karena akan mendorong bunuh diri anomik. Juga tidak bisa menghentikan menghargaiindividu karena ia mendorong terjadi bunuh diri egoistis. Singkatnya bunuh diri altruistis disebabkan oleh kebajikan kita yang cenderung mengorbankan diri untuk komintas. Harapan untuk maju, kepercayaan dalam diri individu, dan spirit pengorbanan, semuanya dimiliki oleh masyarakat, dan tidak bisa muncul tanpa menciptakan beberapa kasus bunuh diri.

Durkheim mengakui bahwa ada beberapa jenis bunuh diri itu yang normal akan tetapi ia berpendapat bahwa masyarakat modern telah melihat meningkatnya patologi dalam bunuh diri egoistis dan dalam bunuh diri anomik. Di sini posisi pendapat Durkheim bisa dilacakke dalam The Division of Labor.di mana ia berpendapat bahwa anomi budaya modern berkaitan dengan cara abnormal di mana pekerjaan dipisah sehingga lebih mendorong terjadinya isolasi daripada kesalingtergantungan. Yang dibutuhkan adalah cara untuk melindungi kelebihan-kelebihan modernitas. Tanpa mempertinggi angka bunuh diri. Dalam masyarakat kita, Durkheim percaya bahwa arus tersebut tidak seimbang. Ringkasnya, regulasi sosial dan integrasi menurun, mendorong terciptanya situasi normal dimana angka bunuh diri anomik dan egoistis mengalamo peningkatan tajam.

Institusi yang ada yang menghubungkan individu dan masyarakat telah gagal, dan Durkheim melihat institusi-institusi ini tidak bisa diharapkan. Negara modern begitu jauh dari individu sehingga tidak bisa memngaruhi hidup seseorang dengan paksaan yang cukup dam nerkesinambungan. Gereja tidak bisa memperjuangkan pengaruh integrasinya tanpa pada saat bersamaan mengalangi kebebasan berpikir. Bahkan keluarga sekalipun, institusi yang barangkali paling integratif dalam masyarakat modern, akan gagal  dalam tugas ini karena dia sama-sama menjadi sasaran dari situasi buruk meningkatnya angka bunuh diri.

Apa yang diusulkan Durkheim sesungguhnya adalah perlunya suatu institusi lain yang didasarkan pada kelompok kerja. Kita akan mendiskusikan kelompok kerja lebih dalam lagi, akan tetapi apa yang penting dicatat disini adalah bahwa Durkheim mengusulkan solusi sosial untuk perubahan sosial.

No comments:

Post a Comment