Durkheim
memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relatif merupakan fenomena
konkret dan spesifik dimana tersedia data yang bagus secara komparatif. Akan tetapi
alasan utama Drukheim untuk melakukan studi bunuh diri untuk menunjukan
kekuatan disiplin sosiologi. Bunuh diri secara umum merupakan salah satu
tindakan pribadi dan personal. Durkheim percaya bahwa jika dia bisa
memperlihatkan bahwa sosiologi mampu berperan dalam menjeaskan tindakan yang
kelihatannya bersifat individualistis seperti bunuh diri ini, maka dengan mudah
ia akan memperluas ranah sosiologi kepada fenomena-fenomena lain yang terbuka
bagi analisis sosiologis.
Sebagaimana seorang
sosiolog, Durkheim tidak terlalu fokus mempelajari mengapa orang melakukan
bunuh diri. Karena masalah ini adalah wilayah garapan psikologi. Durkheim Cuma tertarik
untuk menjelaskan perbedaan angka bunuh diri, yaitu dia tertarik kenapa suatu
kelompok memiliki angka bunuh diri lebih tinggi dibanding kelompok lain. Faktor
psikologis ataupun biologis mungkin bisa menjelaskan kenapa sebagian individu
dalam kelompok melakukan bunuh diri, akan tetapi Durkheim mengasumsikan bahwa
hanya fakta sosial yang bisa menjelaskan kenapa suatu kelompok memiliki angka
bunuh diri yang lebih tinggi dari yang lain
Durkheim menawarkan dua cara yang saling berhubungan untuk mengevaluasi angka bunuh diri. Cara pertama adalah dengan membandingkan suatu tipe masyarakat atau kelompok dengan tipe yang lain. Cara kedua yaitu melihat perubahan angka bunuh diri antara satu kelompok dengan kelompok lain, maka menurut Durkheim perbedaan tersebut adalah akibat dari perbedaan faktor-faktor sosial, ringkasnya, arus sosial. Durkheim mengakui bahwa setiap individu mungkin punya alasan sendiri-sendiri kenapa dia bunuh diri, tetapi alasan tersebut bukanlah yang sebenarnya. “alasan-alasan itu mungkin bisa dikatakan menunjukan titik kelemahan individu bersangkutan, yang menjadi tempat masuk termudah bagi arus yang ada diluar dirinya yang mengandung dorongan-dorongan untuk menghancurkan diri sendiri. Akan tetapi alasan-alsan itu bukanlah bagian dari arus ini dan konsekuensinya tidak bisa kita pakai untuk memahaminya” (1897/1951:151)
Durkheim memulai
Suicide dengan menguji dan menolak serangkaian pendapat alternatif tentang
penyebab bunuh diri. Di antaranya adalah psikopatologi individu, alkoholisme,
ras, keturunan, dan iklim. Tidak semua argumen Durkheim meyakinkan (sebagai
contoh, dapat dilihat Skog, 1991 untuk menguji sanggahan Durkheim terhadap
alkoholisme). Namun yang penting adalah metode empirisnya dalam menyisihkan
faktor-faktor yang berada diluar dan tidak relevan agar bisa mendapatkan
sesuatu yang ia anggap sebagai penyebab utama bunuh diri.
Di samping
itu, Durkheim juga menguji dan menolak teori imitasi yang dikemukakan oleh
seorang teoritikus yang sezaman dengannya, psikolog sosial Perancis bernama
Gabriel Tarde (1843-1904). Teori imitasi mengatakan bahwa seseorang melakukan
bunuh diri (dan dalam ranah tindakan lain) karena meniru tindakan orang lain. Pendekatan
psikologi sosial ini adalah saingan utama bagi fokus Durkheim mengenai fakta
sosial. Hasilnya, Durkheim berusaha dengan susah payah untuk mengalahkannya. Misalnya
Durkheim mengatakan bahwa jika imitasi memang penting, maka kita akan menemukan
bahwa bangsa-bangsa yang hidup ber dekatan dalam
sebuah negeri dengan angka bunuh diri yang tinggi juga akan mendekati angka
bunuh diri yang tinggi. akan tetapi data membuktikan bahwa keduanya tidak
saling berhubungann. Durkheim mengakui bahwa beberapa individu yang melakukan bunuh diri
memang bisa saja karena menirut, namun ini hanya faktor kecil yang tidak punya
pengaruh signifikan dalam rangka bunuh diri secara keseluruhan.
Durkheim menyimpulkan bahwa faktor terpenting dalam
perbedaan angka bunuh diri akan ditemukan dalam perbedaan level fakta sosial. Kelompok
yang berbeda memiliki sentimen kolektif yang berbeda sehingga menciptakan atus
sosial yang berbeda pula. Arus sosial itulah yang memengaruhi keputusan
seseorang untuk bunuh diri. Dengan kata lain, perubahan dalam sentimen kolektif
membawa perubahan dalam arus sosial, sehingga membawa perubahan pada angka
bunuh diri.
Empat jenis bunuh
diri
Bunuh Diri
egoistis. Tingginya angka bunuh diri
egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok dimana individu tidak
berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini
melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarkat dan masyarkat
bukan bagian dari individu. Durkheim percaya bagian paling baik dari manusia
berasal dari masyarakat. Sebuah masyarkat yang padu akan memberi kita semua
ini, dan dukungan moral umum bagi kita agar kuat melalui keterpurukan dan
kekecewaan kecil sehari-hari. Tanpa ini, besar kemungkinan kita akan bunuh diri
ketika mengalami frustasi yang palin gkecil sekalipun. “bagaimanapun
individualistisnya seseorang, namum di dalam dirinya tetap tersisa
kolektivitasisme yang juga dimiliki oleh
orang lain ini. Dia memengaruhi kelompok melalui kesedihan ketika dia tidak
mempunyai apa-apa dan sarana untuk meraihnya” (Durkheim, 1897-1951:214). Kasus bunuh
diri egoistis menunjukan bahwa dalam
tindakan yang paling individualistis dan pribadi sekalipun, fakta sosial tetap
menjadi penentu utama
Bunuh Diri
Atruisti. Tipe bunuh diri kedua yang
dibahas Durkheim adalah bunuh diri altruistis. Kalau bunuh diri egoistis
terjadi ketika integrasi sosial melemah, bunuh diri altruistis terjadi ketika “integrasi
sosial sangat kuat” (Durkheim, 1897-1951:217). Secara harfiah, dapat dikatakan
individu terpaksa melakukan bunuh diri. Salah satu contoh paling tepat untuk
bunuh diri altruistis adalah bunuh diri massal dari pengikut Pendeta Jim Jines di
Jonestown, Guyana, pada tahun 1978. Mereka memperolah racun secara
sembunyi-sembunyi lalu menenggaknya kemudian diikuti oleh anak-anak mereka. Mereka
dengan terang-terangna melakukan bunuh diri karena memiliki integrasi yang
sangat erat dalam sebuah kelompok sebagai pengikut fanatik dari Jones. Menurut Durkheim
alasan yang sama juga dapat dipakai dalam kasus seseorang yang mencari mati
syahid (Durkheim, 1897-1951:225). Seperti yang dilakukan oleh teroris pada
peristiwa 11 September 2001. Seara umum orang melakukan bunuh diri altruistis
karena mereka merasa itu adalah tugas mereka. Durkheim berpendapat bahwa secara
khusus, bunuh diri altruistis ini mungkin terjadi dalam militer yang memiliki
tingkat integrasi yang begitu kuat, bahwa seorang individu akan merasa telah
membawa aib bagi kesatuannya meski hanya karena kesalahan sepele. Ketika integrasi
mengendur, seseorang akan melakukan bunuh diri karena tidak ad lagi kebaikan yang
dapat dipakai untuk meneruskan kehidupannya. Sebaliknya, ketika integrasi
menguat, mereka melakukan bunuh diri justru demi kebaikan yang lebih besar
Bunuh Diri Anomik.
Bentuk bunuh diri yang ketika adalah bunuh
diri anomik , terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Gangguan itu
mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol
terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah
puas terhadap kesenangan. Angka bunuh diri anomik bisa meningkat terlepas dari
apakah gangguan itu positif ( misal, peningkatan ekonomi) atau negatif
(penurunan ekonomi). Kedua macam gangguan ini membuat kolektivitas masyarakat
tidak mampu melancarkan otoritasnya terhadap individu untuk sementara waktu. Perubahan-perubahan
semacam ini menempatkan orang dalam situasi dimana norma lama tidak lagi
berlaku sementara norma baru belum lagi dikembangkan. Periode gangguan ini
melepaskan arus anomi –rasa kecerabutan dari akar dan rasa kehilangan
norma-norma mengikat- dan arus ini cenderung mempertinggi angkabunuh diri
anomik. Kasus ini relatif mudah ditemui dalam suasana depresi ekonomi
menyebabkan para pekerjanya kehilangan pekerjaan, sehingga mereka lepas dari
pengaruh regulatif yang selama ini mereka rasakan baik dari perusahaan maupun
pekerjaan. Karena terputus dari strukturini atau struktur-struktur yang lainnya
(seperti, keluarga, agama, dan negara) bisa membuat seorang individu amat
rentan dengan pengaruh arus anomi. Peningkatan angka bunuh diri anomik selama
periode deregulasi kehidupan sosial, sesuai dengan pandangan Durkheim tentang
pengaruh merusak dari nafsu individu ketika bebas dari kekangan eksternal. Seseorang
yang telah bebas akan menjadi budak nafsu mereka, akibatnya, dalam pandangan
Durkheim, memasuki wilayah tindakan destruktif yang tiada batas, termasuk
membunuh dirinya sendiri.
Bunuh Diri
Fatalistis.persoalan yang tidak terlalu
banyak diahas Durkheim adalah tipe bunuh diri keempat yaitu bunuh diri
fatalistis. Dia hanya membahasnya dalam salah satu catatan kaki dalam Suicide (Besnard, 1993). Kalau bunuh
diri anomik teradi dalam situasi dimana regulasi melemah, maka bunuh diri
fatalistis jsutru terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim (Durkheim, 1897-1951:276)
menggambarkan seseorang yang melakukan diri fatalistis seperti “seseorang yang
masa depannya telah tertutup dan nafus yang tertahan oleh disiplin yang
menindas”. Contoh klasik dari bunuh diri ini adalah budak yang mengahibisi
hidupnya karena putus asa karena regulasi yang menekan setiap tindakannya. Regulasi
yang terlalu banyak akan melepaskan arus kesedihan, yang pada gilirannya
menyebabkan peningkatan angka bunuh diri fatalistis.
Angka Bunuh Diri
dan Reformasi Sosial
Durkheim mengakhiri studinya tentang bunuh diri dengan
sebuah pembuktian apakah reformasi bisa diandalkan untuk mencegah bunuh diri.
Usaha-usaha yang selama ini dilakukan untuk mencegah bunuh diri gagal karena ia
dilihat sebagai problem individu. Bagi Durkheim, usaha langsung untuk
meyakinkan individu agar tidak melakukan bunuh diri ternyata sia-sia, karena
penyebab riilnya jusrtu berada dalam masyarakat.
Sudah tentu pertanyaan yang pertama diajukan adalah apakah
bunuh diri bisa dicegah atau apakah dia dapat dianggap sebagai fenomena
masyarakat yang lazim oleh Durkheim dikatakan normal karena berlaku luas. Pertanyaan
ini penting diajukan kepada Durkheim karena teorinya mengatakan bahwa bunuh
diri disebabkan oleh arus sosial yang didalam bentuk kecil bermanfaat bagi
masyarakat. Kita tidak akan menghentikan peningkatan ekonomi karena akan
mendorong bunuh diri anomik. Juga tidak bisa menghentikan menghargaiindividu
karena ia mendorong terjadi bunuh diri egoistis. Singkatnya bunuh diri
altruistis disebabkan oleh kebajikan kita yang cenderung mengorbankan diri
untuk komintas. Harapan untuk maju, kepercayaan dalam diri individu, dan spirit
pengorbanan, semuanya dimiliki oleh masyarakat, dan tidak bisa muncul tanpa
menciptakan beberapa kasus bunuh diri.
Durkheim mengakui bahwa ada beberapa jenis bunuh diri itu
yang normal akan tetapi ia berpendapat bahwa masyarakat modern telah melihat
meningkatnya patologi dalam bunuh diri egoistis dan dalam bunuh diri anomik. Di
sini posisi pendapat Durkheim bisa dilacakke dalam The Division of Labor.di mana ia berpendapat bahwa anomi budaya
modern berkaitan dengan cara abnormal di mana pekerjaan dipisah sehingga lebih
mendorong terjadinya isolasi daripada kesalingtergantungan. Yang dibutuhkan
adalah cara untuk melindungi kelebihan-kelebihan modernitas. Tanpa mempertinggi
angka bunuh diri. Dalam masyarakat kita, Durkheim percaya bahwa arus tersebut
tidak seimbang. Ringkasnya, regulasi sosial dan integrasi menurun, mendorong
terciptanya situasi normal dimana angka bunuh diri anomik dan egoistis
mengalamo peningkatan tajam.
Institusi yang ada yang menghubungkan individu dan
masyarakat telah gagal, dan Durkheim melihat institusi-institusi ini tidak bisa
diharapkan. Negara modern begitu jauh dari individu sehingga tidak bisa
memngaruhi hidup seseorang dengan paksaan yang cukup dam nerkesinambungan. Gereja
tidak bisa memperjuangkan pengaruh integrasinya tanpa pada saat bersamaan
mengalangi kebebasan berpikir. Bahkan keluarga sekalipun, institusi yang
barangkali paling integratif dalam masyarakat modern, akan gagal dalam tugas ini karena dia sama-sama menjadi
sasaran dari situasi buruk meningkatnya angka bunuh diri.
Apa yang diusulkan Durkheim sesungguhnya adalah perlunya
suatu institusi lain yang didasarkan pada kelompok kerja. Kita akan
mendiskusikan kelompok kerja lebih dalam lagi, akan tetapi apa yang penting
dicatat disini adalah bahwa Durkheim mengusulkan solusi sosial untuk perubahan
sosial.
No comments:
Post a Comment