Saya bermaksud melukiskan hakikat masyarakat dari sudut
pandang dengan George Herbert Mead. Dia menempatkan masyarakat pada kedudukan
sangat penting, tetapi tak banyak membuat garis besar karakter masyarakat itu.
Pusat perhatiannya ialah masalah-masalah filosofis. Perkembangan ide Mead
mengenai masyarakat sebagian besar terbatas dalam hal menangani masalah-masalah
ini. Pembahasan itu menunjukan bahwa kehidupan kelompok manusia merupakan
kondisi yang esensil bagi lahirnya kesadaran, pikiran, dunia obyek-obyek
manusia sebagai organisma yang memiliki selves dan kelakuan manusia dalam
bentuk tindakan yang dibuat... ketika ia memberikan sumbangan cemerlang
mengenai topik ini Mead tidak menyertakan sekalian rancangan skema teoritis
tentang masyarakat. Tetapi skema yang demikian hanya tersirat dalam karyanya.
Skema ini harus disusun melalui penjajakan implikasi-implikasi masalah inti
yang dianalisisnya. (Blummer,1996:56)
Interaksi Simbolis : perspektif dan Metode
Bagi Blumer
(1969:2) interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis :
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada
pada sesuatu itu bagi mereka.
2. Makna tersebut berasal dan
“interaksi sosial seseorang dengan orang lain”.
3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial
berlangsung.
Tidak ada yang inheren dalam suatu obyek sehingga ia menyediakan makna bagi manusia. Ambillah sebagai contoh makna yang dapat dikaitkan pada ular. Bagi orang tertentu ular merupakan binatang yang menjijikan, bagi ahli ilmu alam merupakan salah satu mata rantai dalam keseimbangan alam. Apakah seseorang langsung membunuh seekor ular kebun yang tak berdosa atau malah memperhatikan dan terpesona oleh kebesaran alam, bergantung pada makna yang diberikan pada obyek ini. Makna tersebut berasal dari interaksi dengan orang lain. Putra seorang yang ahli ilmu alam yang lebih dahulu mengenal bagaimana dunia binatang akan memberikan respon yang sangat berbeda dengan seorang anak yang kontaknya dengan ular berasal dari bacaan buku pertama (taurat) mengenai kisah pertemuan Adam dan Hawa dengan ular jahat itu. Demikian juga dengan semua objek lain yang kita temukan –tidak secara langsung, tetapi dengan makna-makna yang terkait dengannya, makna-makna tersebut berasal dari interaksi orang lain, terutama dengan orang yang dianggap “cukup berarti”. Sebagaimana dinyatakan Blumer (1969: 4-5) “bagi seseorang, makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu itu. Tindakan tindakan yang mereka lakukan akan melahirkan batasan sesuatu bagi orang lain”. Bila orang tua memberi tanggapan positif terhadap anak yang tidak ngeri melihat ular kebun, maka anak tersebut akan meneruskan perilaku yang demikian. Tetapi jika dia disalahkan oleh orang tua dan teman bermainnya, maka yang berubah tak hanya perilaku tetapi juga makna yang dikaitkan pada obyek itu.
Tetapi
perlu diingat bahwa hakikat sebagi pecinta dan pembenci ular itu tidak otomatis
menginternalisir kedua pengertian ekstrim dari ular sebagai obyek. Blumer
(1969:5) menyatakan: “aktor memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokan, dan
mentransformir makna dalam hubungannya dengan situasi dimana dia ditempatkan dan
arah tindakannya. Sebenarnya, interpretasi seharusnya tidak dianggap hanya
sebagai penerapan makna-makna yang telah ditetapkan, tetapi suatu proses
pembentukan dimana makna yang dipakai dan disempurnakan sebagai instrumen bagi
pengarahan dan pembentukan tindakan”.
Sebagai
ilustrasi marilah kita kita lihat seorang wanita muda yang setiap sore menerima
jasa tumpangan pulang dari seorang teman sekerja yang telah beristri. Mungkin
dia menerima kebaikan itu tak lebih sebagai tanda persahabatan atau budi baik
bertetangga. Suatu sore, sebelum sampai dirumah, lelaki itu menawarkan apakah
dia bersedia singgah di restoran, suatu stimulus lain tengah diketengahkan dan
harus ditafsirkan wanita itu. Anggaplah wanita muda itu menafsirkan tindakan
ini hanya sebagai tanda persahabatan dan bersedia singgah untuk minum. Lelaki
itu kemudian membicarakan beberapa kesulitan perkawinannya dan menunjukan bahwa
dia menginginkan istrinya agar seperti wanita itu. Kejadian ini ditafsirkan
oleh wanita muda itu sebagai undangan agar terlibat dalam “kencan”, paling
tidak secara kebetulan, dan mulai menolak jasa-baik teman sekerjanya itu.
Karena sudah banyak menolong dan terbuka mencurahkan isi hatinya. Wanita itu
mulai mempertanyakan apa sebenarnya motivasi si lelaki. Mungkin sekali dia
salah menafsirkan pesan; lelaki tersebut boleh jadi menganggapnya hanya sebagai
teman baik. Yang menjadi penting ialah makna yang dikaitkan wanita itu kepada
masalah, “apakah anda butuh diantar pulang malam ini ? “, ketimbang masalah itu
sendiri.
Menurut
blumer tindakan manusia bukan disebabkan oleh beberapa “kekuatan luar” (seperti
yang dimaksudkan oleh kaum fungsionalis struktural) tidak pula disebabkan oleh
“kekuatan dalam” (seperti yang dinyatakan oleh kaum reduksionis-psikologis).
Blummer (1980:80) menyanggah individu bukan dikelilingi oleh lingkungan
obyek-obyek potensial yang mempermainkan dan membentuk perilakunya. Gambaran
yang benar ialah dia membentuk obyek-obyek itu -misalnya berpakaian atau
mempersiapkan diri untuk karir profesional- individu sebenarnya sedang
merancang obyek-obyek yang berbeda, memberinya arti, menilai kesesuaiannya
dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarka penilaian tesebut, inilah
yang dimaksud dengan penafsiran atau bertindak berdasarkan simbol-simbol
Dengan
demikian manusia merupakan aktor yang sadar dan refleksif, yang menyatukan
obyek-obyek yang diketahuinya melalui apa yang disebut blumer (1969:81)
sebagai proses self-indication.
Self-indication adalah “proses komunikasi yang sedang berjalan dimana
individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk
bertindak berdasarkan makna tersebut”. Proses self-indication ini terjadi dalam
konteks sosial dimana individu mencoba “mengantisipasi tindakan-tindakan orang
lain dan menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu”.
Pertimbangan yang diberikan wanita muda terhadap undangan dari teman sekerja
itu dihubungan dengan konteks dimana hal itu disampaikan dan
pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang membuat dia bisa menilai masalah dan
memberinya makna, kemudia memberi tanggapan berdasarkan makna tersebut.
Tindakan
manusia penuh dengan penafsiran dan pengertian. Tindakan-tindakan mana saling
diselaraskan dan menjadi apa yang disebut kaum fungsionalis sebagai struktur
sosial. Blumer (1969:17) lebih senang menyebut fenomena ini sebagai tindakan
bersama, atau pengorganisasian secara sosial tindakan-tindakan yang berbeda dari
partisipan yang berbeda pula. Setiap tindakan berjalan dalam bentuk prosesual,
dan masing-masing saling berkaitan dengan tindakan-tindakan prosesual dari oran
lain. Bagi Blumer tindakan lebih dari hanya sekedar performance tunggal yang
diuraikan dalam penjelasan “impression management” Goffman. Orang terlihat
dalam tindakan bersama yang merupakan struktur sosial . lembaga seperti gereja,
korporasi, bisnis, atau keluarga hanya merupakan “kolektivitas yang terlihat
dalam tindakan bersama” tetapi lembaga-lembaga tersebut bukan merupakan
struktur-struktur yang statis, sebab pertalian perilaku tidak pernah identik
(walau mereka mungkin serupa) sekalipun pola-pola sudah ditretapkan sedemikian
rupa. Ambillah sebagai contoh keluarga yang terdiri dari seorang suami, seorang
istri dan satu anak. Dari hari ke hari keluarga tersebut berada dalam proses
kehidupan yang kontinyu. Hubungan perkwinan ketika sang anak berusia dua bulan
bisa sangat berbeda dengan saat si anak berusia tujuh tahun. Demikian juga
dengan karir suami, bisa memperoleh arti yang sangat penting ketika ia sedang
mendaki jenjang organisasi yang juga mempengaruhi kehidupan keluarganya. Tidak
ada definisi peranan: suami, peranan istri atau peranan orang tua yang
sederhana. Mereka tetap berkembang dalam konteks struktur kekeluargaan yang
tetap berubah-ubah dan memberikan tanggapan pada interaksi-interaksi simbolis
dalam unit keluarga. Blumer (1969:19) menegaskan proses sosial dalam kehidupan
kelompoklah yang menciptakan dan menghancurkan kehidupan kelompok. Dengan kata
lain norma-norma, seperti yang dibahas oleh kaum fungsional struktural,
tidaklah menentukan perilaku individu; individu bertindak selaras demi menyanggah
norma-norma atau aturan perilaku. Kaum fungsionalis struktural menekankan bahwa
manusia merupakan produk dari masing masing masyarakatnya; kaum interaksi
simbolis menekankan sisi yang lain bahwa struktur sosial merupakan hasil dari
interaksi manusia
Review
Interaksionalisme
Simbolis merupakan sisi lain dari pandangan yang melihat individu sebagai produk
yang ditentukan oleh masyarkat konseptualisasi “diri” dianggap sedang mengalami
proses dan tidak benar benar menyesuaikan diri dengan apa yang dicitakan, yaitu
manusia “kaum fungsionalis” yang terlalu disosialisir. Orang menerapkan makna
subyektif pada dunia obyek mereka, daripada hanya menerima penafsiran realitas
subyektif yang telah diranang sebelumnya. Kemudian struktur sosial dilihat
sebagai produk interaksi bersama para anggota yang dipostulatkan oleh Emile
Durkheim dan kaum fuingsionalis yang dewasa ini merupakan para pengikutnya.
Kelompok adalah orang-orang yang terlibat dalam interaksi.
Tindakan-tindakan
bersama yang mampu membentuk struktur atau lembaga itu hanya mungkin disebabkan
oleh interaksi interaksi simbolis, yang dalam menyampaikan makna menggunakan
isyarat dan bahasa. Melalui simbol-simbol yang berarti, simbol-simbol yang
telah memiliki makna, obyek-obyek yang dibatasi dan ditafsirkan. Melalui proses
interaksi makna-makna tersebut disampaikan pada pihak lain.
sumber : Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, 1979
No comments:
Post a Comment