Thursday, October 17, 2013

Konsep Teori Dramaturgi (Goffman)

Bergaya di Atas Panggung Sandiwara Kehidupan: Dramaturgi Sebagai teori

Oleh karena bahasa teater telah demikian melekatnya didalam sosiologi darimana studi ini diangkat, maka akan terlihat masalah nilai pada saat kita mencoba membicarakan masalah panggung. Masalah nilai itu juga kita hadapi oleh karena itu kita harus menemukan segala jenis kekurangan atau kelemahan. Kehidupan sebenarnya adalah laksana panggung sandiwara, dan di sana memang kita pamerkan serta kita sajikan kehidupan kita, dan memang itulah seluruh waktu yang kita miliki. Akan tetapi seperti apakah wujud panggung tersebut dan bagaimanakah sosok manusia yang terlihat disana? (Goffman 1974:124)
               
Di dalam sosiologi naturalis individu dilihat sebagai aktor yang melakukan tindakan tindakan yang semata mata sebagai tanggapan langsung terhadap rangsangan-rangsangan sosial. Isu tentang penafsiran yang diberikan pada interaksi sosial sering kali dilewatkan begitu saja sesuai dengan model naturalistis. Teori Goffman seperti halnya teori Homans, menganggap bahwa individu sebagai satuan analisa. Perbedaan antara teori Goffman dan teori Homans adalah Goffman tidak menggunakan suatu teori ilmiah seperti yang dilakukan oleh Homans (Homans menggunakan teori ekonomi dan psikologi perilaku). Karena alasan inilah Goffman disebut sebagai seorang dramaturgist, yang menggunakan bahasa dan tamsil panggung teater


The Presentation of Self in Everyday Life
Goffman lebih tertarik pada interaksi tatap-muka atau kehadiran bersama. Di dalam situasi sosial, seluruh kegiatan dari partisipan tertentu disebut sebagai suatu penampilan (performance), sedang orang-orang lain yang terlibat di dalam situasi itu disebut sebagai pengamat atau partisipasi lainnya. Di dalam membahas
pertunjukan itu, Goffman menyaksikan bahwa individu menyajikan suatu pertunjukan (show) bagi orang lain, tetapi kesan si pelaku terhadap pertunjukan ini bisa berbeda-beda. Menurut Goffman, dua bidang penampilan perlu dibedakan: panggung depan (front region) panggung belakang (back stage). Panggung depan adalah “bagian penampilan individu yang secara teratur berfungsi di dalam mode yang umum dan tetap untuk mendefinisikan situasi bagi mereka yan gmenyaksikan penampilan itu” (Goffman 1959:22). Di dalamnya termasuk setting dan personal front, yang selanjutnya dapat dibagi menjadi penampilan (appearance) dan gaya (manner).
Goffman menyatakan bahwa selama kegiatan rutin seseorang akan mengetengahkan sosok dirinya yang ideal (sebagaimana yang dituntut oleh status sosialnya). Walaupun individu memiliki berbagai penampilan rutin, namun dia cenderung bertindak seolah-olah rutin yang ada sekarang adalah yang terpenting. Sebagai contoh adalah seorang dokter yang sedang bertugas di rumah sakit, dia mungkin adalah seorang ibu dan istri yang baik, petenis yang unggul, dan penyair, tetapi , ketika sedang bertugas, kegiatan rutinnya sebagai dokter mengatasi semua peranan yang lain.
Di samping “panggung depan” ada juga daerah yang disebut dengan belakang layar. Identifikasi terhadap belakag layar ini tergantung kepada kondisi para penontonnya. Pada saat istirahat, kantor pribadi milik seorang dokter adalah sebuah ruangan dimana dia duduk santai dan bercanda dengan para asistennya.
Salah satu di antara langkah-langkah protektif yang paling penting ialah kebijaksanaan. Goffman menulis, “secara sukarela individu menghindari daerah dimana mereka tidak diundang” (Goffman 1959:229). Kebijaksanaan itu akan memaksa agar para pelaku menjaga pertunjukan mereka masing-masing. Di dalam buku The presentation of Self, Goffman memperlakukan pertunjukan yang harus ia mainkan saat itu, tanpa mempertimbangkan arti penting berbagai lembaga lain bagi pertunjukan tersebut. Dramaturgi memperlakukan “self” sebagai produk yang ditentukan oleh situasi sosialini hampir sama dengan karakter di panggung yang merupakan produk dari naskah yang sebelumnya sudah dibuat untuk memperinci berbagai langkah serta kegiatannya. Selama pertunjukan berlangsung tugas utama aktor ini ialah mengendalikan kesan yang disajikan selama pertunjukan. (Goffman 1959:86) menyatakan bahwa perbedaan pendapat “di antara para anggota team tidak hanya melumpuhkan kesatuan bertindak, akan tetapi membuat bingung realitas yang mereka sponsori.
Dengan demikian tim-tim tersebut melakukan suatu rutin demi kepentingan mereka yang melihatnya. Goffman juga menyatakan: mengingat kita semua berpartisipasi di dalam berbagai tim maka kita memiliki kecendrungan sedang bersengkongkol. Dan oleh karena setiap tim terlibat di dalam upaya untuk mempertahankan kekukuhan beberapa batasan situasi, yang dilakukan dengan menyembunyikan atau mengurangi fakta-fakta tertentu, kita dapat memahami bagaimana secara diam-diam aktor hidup dari karir persengkongkolan.
Seorang pelaku harus berhasil memainkan suatu karakter. Bila terjadi situasi gawat, pelaku harus mempunya atribut atribut tertentu untuk melindungi si pelaku di dalam kesulitan. Goffman mengidentifikasi tiga kategori atribut dan praktek yang dipakai untuk melindungi si pelaku.
  1. Langkah bertahan yang diambil oleh si pelaku untuk menjamin kelangsungan pertunjukannya. 
  2. Langkah pencegahan yang diambil oleh penonton dan pihak lain untuk membantu si pelaku menjamin kelangsungan pertunjukannya.
  3. Langkah-langkah yang harus diambil si pelaku untuk memungkinkan para penonton dan pihak lain untuk mengambil langkah-langkah pencegahan demi kepentingan si pelaku sendiri.
Termasuk di dalam langkah-langkah bertahan adalah kesetiaan dramaturgis semacam kewajiban moral untuk mendiamkan pelaksanaan mereka, disiplin dramaturgis (termasuk berpegang pada bagiannya dan tidak terpengaruh oleh pertunjukannya sendiri), dan kewaspadaan dramaturgis (penggunaan metode yang tepat untuk menyajikan pertunjukan itu telah ditentukan sebelumnya). Menurut Goffman, kesetiaan, disiplin, dan kewaspadaan adalah merupakan tiga atribut penting bagi keberhasilan tim melaksanakan pertunjukannya

Cara melihat “self” sebagai produk dari suatu sistem tertutup semacam itu dilanjutkan di dalam penelitian empiris Goffman di rumah sakit jiwa. Dramaturgi menjadi kerangka deskriptif di mana Goffman mengetengahkan penemuannya dalam “dunia sosial penghuni rumah sakit”, seperti layaknya dia sendiri mengalami dunia ini secara subyektif.

sumber : Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, 1979

No comments:

Post a Comment